Oleh
Ida Ayu Made Ari Widyawati.
Abstrak
Pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang seharusnya mampu membuat siswa belajar. Guru merancang
pembelajaran yang memungkinkan semua siswa berkolaborasi secara aktif baik
dengan teman atau guru dalam memecahkan masalah yang dibahas. Adanya
pengembangan model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw ini dilakukan
dilatarbelakangi oleh rendahnya aktivitas dan hasil belajar Pendidikan
Agama Hindu siswa kelas XI MM 3 SMK TI Bali Global Badung sebagai akibat dari
penerapan model pembelajaran yang bersifat konvensional yang didominasi dengan
metode ceramah dalam pembelajarannya. Pola pembelajaran teacher center, dimana
guru merasa telah mengajar dengan baik namun siswanya tidak belajar. Ini
berarti, bahwa pada diri siswa belum terjadi proses mengasimilasikan dan
mengakomodasikan pengalaman-pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan
prakonsepsi yang sudah dimiliki. Untuk mengatasi kondisi seperti itu,
diformulasikan pembelajaran student center dengan model pembelajaran kooperatif
tife jigsaw yang memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan dalam suasana
pembelajaran yang menyenangkan.
Penerapan metode pembelajaran ini
diharapkan mampu meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa dalam
pendidikan Agama Hindu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw pada siswa kelas XI MM 3 SMK TI Bali Global Badung semester 1 tahun
pelajaran 2022-2023
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dengan subyek penelitian siswa yang beragama Hindu kelas XI MM3 SMK TI Bali
Global Badung yang berjumlah 15 orang. Metode pengumpulan data menggunakan tes
dan observasi dengan teknik analisis data statistik deskriptif, dengan hasil
penelitian: “ Penerapan model pembelajaran Problem base learning dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pendidikan Agama Hindu siswa kelas XI
MM 3 SMK TI Bali Global badung semester 1 tahun pelajaran 2022-2023
Rekomendasi yang disarankan agar guru mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Guru diharapkan secara sabar membimbing siswa dalam penerapan model pembelajaran ini karena pada awal penerapan model ini ada kecenderungan mengalami kegagalan karena belum terbiasanya siswa mengikuti model pembelajaran tersebut. Kalau siswa sudah terbiasa dengan model tersebut besar harapan penulis, melalui model ini dapat mencapai hasil belajar yang maksimal dan terlatihnya kompetensi sosial siswa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan dan dikembangkan oleh guru dalam upaya meningkatkan kompetensi pengetahuan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik siswa.
Kata Kunci:
Problem base learning, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar
I. PENDAHULUAN
Pendidikan Agama Hindu merupakan
suatu sarana dalam menumbuh kembangkan dan meningkatkan kualitas
Sradha dan Bhakti melalui pemberian, pemupukan,
penghayatan dan pengamalan ajaran agama serta membangun insan Hindu yang dapat mewujudkan nilai-nilai Moksartham Jagathita
dalam kehidupannya. Harapan
ideal tersebut akan tercapi apabila
di sekolah dalam proses pembelajaran memberikan ruang kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki dengan menggunakan model
pembelajaran yang relevan dengan karakteristik dan
kebutuhannya.
Pada abad sekarang ini, kita perlu menelaah kembali model-model pembelajaran di sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di abad modern akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah. Ada persepsi umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan dan juga sudah menjadi harapan masyarakat. Persepsi umum ini menganggap bahwa sudah merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya dipandang oleh siswa sebagai yang mahatahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi, siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi.
Tampaknya, perlu adanya perubahan
paradigma dalam menelaah proses belajar
siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih
mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah
sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi
apa saja yang dianggap
perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling
mengajar dengan sesama siswa yang lainnnya.
Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh
guru. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut
sebagai sistem “pembelajaran gotong
royong” atau cooperative learning.
Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.
Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat. Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa untuk bekerja dalam kelompok. Sayangnya, metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan negative memang bermunculan dalam pelaksaan metode kerja kelompok. Jika kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya, metode kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasaan dan kekecewaaan. Bukan hanya guru dan siswa yang merasa pesimis mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang orang tua pun merasa was-was jika anak mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan siswa lain yang dianggap kurang seimbang.
Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelompok
tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih
banyak waktu dan perhatian dalam
mempersiapkan dan menyusun metode kerja kelompok. Yang diperkenalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning
bukan sekadar kerja
kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran cooperative learning
bisa didefinisikan sebagai
kerja/belajar kelompok yang terstruktur.
Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling
ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal,
keahlian bekerja sama, dan proses
kelompok.
Kekhawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara individual bisa terancam dalam penggunaan metode kerja kelompok bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada sistem akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin perbaikannya.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, 65 %
dari jumlah siswa di kelas XI MM3 mendapat prestasi
belajar di bawah KKM yang ditetapkan oleh guru mata pelajaran Pendidikan Agama Hindu sebesar 75. Ini mengandung
makna bahwa sebagian besar dari
jumlah anak tersebut belum mencapai ketuntasan minimal. Di samping
itu, dalam proses pembelajaran siswa kurang aktif dan cenderung
menghindari dari penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru.
Rendahnya keaktifan dan hasil belajar siswa tersebut dapat dideteksi sebagai
akibat dari penerapan
model pembelajaran yang bersifat konvensional yang mengutamakan metode ceramah dalam proses pembelajaran di
kelas. Fokus pembelajarannya mengacu
pada usaha untuk menyampaikan materi yang ada dalam kurikulum
sampai habis sehingga
cenderung mengabaikan proses dan pembelajaran di kelas nampak lari seperti
ketinggalan kereta. Pendekatan pembelajaran yang
memposisikan guru sebagai pusat
segala-galanya (teacher center), miskin dengan media pembelajaran, mendewakan metode ceramah, interaksi
satu arah, menyebabkan siswa pasif sehingga
suasana kelas menjadi
tegang, dan kaku. Kondisi pembelajaran seperti itu tidak memberikan ruang kepada peserta didik untuk berkreasi sesuai
dengan potensi yang dimiliki.
Menurut Nasution (2001:40) metode berkaitan dengan keberhasilan proses belajar mengajar yang hasilnya akan menentukan prestasi yang akan dicapai siswa. Oleh karenanya keberhasilan suatu metode pembelajaran banyak ditentukan oleh kesungguhan dari guru dalam menerapkan suatu metode pembelajaran di kelas, maka peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk pembelajaran pendidikan agama Hindu dengan tujuan lebih meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pelajaran tersebut.
Dari latar belakang masalah tersebut,
maka peneliti merasa terdorong untuk melihat
pengaruh pembelajaran terstruktur dan pemberian balikan terhadap prestasi belajar siswa dengan mengambil judul
“Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Pendidikan
Agama Hindu Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Kelas XI MM 3 SMK TI Bali Global
Badung Pada Semester 1 tahun pelajaran
2022-2023 ”. Pembelajaran ini dapat memberikan ruang yang cukup luas kepada peserta didik agar mereka dapat
aktif dan berujung pada hasil belajar siswa yang
lebih baik. Pendekatan student center seperti itu, siswa diposisikan sebagai subyek dalam pembelajaran. Guru menyetting kelas dengan variasi
metode pembelajaran,
menempatkan diri sebagai sahabat siswa, menggunakan berbagai media, dan tugas-tugas yang diberikan
bermakna bagi kehidupannya menyebabkan suasana
kelas menjadi menyenangkan.
II.
METODE
Penelitian ini dilakukan di SMK TI Bali Global Badung,
Alamat sekolah berada Banjar Kwanji, Desa Dalung, kecamatan Kuta Utara, yang
lokasinya dekat jalan raya dan sangat mudah dijangkau oleh siswa. Lingkungannya
sangat kondusif, didukung dengan taman sekolah yang bersih, hijau dan sejuk
walaupun berada di tengah kota, Anak-anak memungkinkan untuk belajar dengan
tenang dan nyaman. Ruang kelas (kelas XI MM 3) terletak di lantai 1
gedung barat berdampingan dengan kelas yang lain. Luas ruang kelas XI MM 3 sebesar 10 meter x
10 meter dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup memadai untuk 32 orang
anak beserta whiteboard dan papan struktur kelas. Jendela dan pintu diatur
sedemikian rupa sehingga ventilasi udara sangat bagus, sehingga suasana ruangan
cukup sejuk dan dinding ruangan dihiasi dengan poster karya siswa yang dapat
dijadikan sebagai sumber belajar. Berdasarkan keadaan riil tersebut, maka sangat
dimungkinkan belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Hindu. Bila diadakan rolling pada
saat siswa berdiskusi tidak ada gangguan karena alasan sesak atau kekurangan
tempat duduk. Jumlah siswa kelas XI MM3 yaitu 29 orang yang mana 18 orang beragama Hindu dan
11 orang non Hindu, terdiri dari siswa hindu 12 orang laki-laki dan 6 orang
perempuan. Dari jenis kelamin dimungkinkan membentuk kolompok yang heterogen
sebagai prasyarat pembelajaran kooperatif. Di samping itu alasan utama
dipilihnya kelas XI MM3 sebagai tempat dan sekaligus subjek penelitian karena peneliti sendiri
yang mengajar pendidikan Agama Hindu di kelas tersebut. Kondisi seperti itulah
memungkinkan untuk mengetahui secara lebih detail tetang kelebihan dan
kekurangan dari kelas tersebut. Ini penting sebagai studi awal dalam penelitian
tindakan kelas.
Penelitian digolongkan ke dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK), menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan kata lain jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan partisipatoris. Pendekatan ini dipilih mengingat objek yang menjadi sasaran penelitian merupakan domain pendidikan yang lebih menekankan aspek alamiah daripada pemberian perlakuan yang kaku, dan dikatakan partisipatoris karena peneliti sendiri terlibat langsung dalam langkah perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga pembuatan laporan hasil penelitian. Rancangan penelitian tindakan ini terdiri atas 2 siklus, di mana ketiga siklus tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan, artinya pelaksanaan siklus II merupakan kelanjutan dan perbaikan dari pelaksanaan siklus I, Setiap siklus merupakan satu kegiatan pembelajaran yang terdiri atas 2 jam pelajaran. Gambaran umum untuk setiap siklus mengacu pada model Kemmis & Taggart (1988).
Gambar 3.1 (Prosedur Tindakan
Penelitian Tindakan Kelas)
III. PEMBAHASAN
Sebelum membahas hasil analisis sebagaimana tertera dalam
tabel 4.1 dan 4.2, perlu dijelaskan terlebih dahulu pedoman konversi yang
digunakan dalam memberikan klasifikasi aktivitas belajar siswa dan apresiasi
terhadap prestasi belajar siswa pada pelajaran pendidikan Agama Hindu.
Untuk data
tentang aktivitas belajar siswa, rentangan skor yang diberikan adalah dari 0
sampai dengan 3. Skor 0 berarti tidak pernah, skor 1 berarti jarang, skor 2
berarti sering, dan skor 3 berarti selalu. Dengan demikian karena aspek yang
diobservasi sebanyak 8 aspek yakni : 1) mengikuti proses pembelajaran, 2)
melakukan diskusi kelompok, 3) mencari informasi, 4) melakukan per tutoring, 5)
bertanya kepada teman/guru, 6) menanggapi pertanyaan teman/guru, 7)
berkomunikasi dengan guru, dan 8) menyelesaikan tugas, maka skor maksimum
idealnya adalah 38 = 24 dan skor minimum idealnya 08 = 0. Berdasarkan data
tersebut dan dengan menggunakan rumus-rumus sebagaimana telah disebutkan dalam
BAB III di atas, diperoleh hasil Mi = 12, SDi = 4, Mi + 1,5SDi = 18, Mi +
0,5SDi = 14, Mi – 0,5SDi = 10, dan Mi – 1,5SDi = 6 sehingga pedoman konversi
untuk klasifikasi tingkat aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut :
Skor/rata-rata :
X 18 : sangat aktif
Skor/rata-rata :
14 X 18 : aktif
Skor/rata-rata :
10 X 14 : cukup aktif
Skor/rata-rata :
6 X 10 : kurang aktif
Skor/rata-rata :
X 6 : tidak aktif
Sedangkan untuk
data tentang prestasi belajar siswa dalam pelajaran pendidikan Agama Hindu
memiliki skor maksimum 100 dan skor minimum ideal 0, sehingga mean idealnya
(Mi) adalah 50 dan simpangan baku idealnya (SDi) adalah 16,67. Berdasarkan data
tersebut disusun pedoman konversi untuk apresiasi prestasi belajar siswa pada
pelajaran pendidikan Agama Hindu sebagai
berikut :
Skor/rata-rata :
X 75,07 : sangat baik
Skor/rata-rata :
58,36 X 75,07 : baik
Skor/rata-rata :
41,65 X 58,36 : cukup
Skor/rata-rata :
24,94 X 41,65 : kurang
Skor/rata-rata :
X 24,94 : sangat kurang
Berdasarkan hasil
analisis data sebagaimana dalam Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 di atas dapat dikatakan
bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memberikan kontribusi
yang cukup signifikan dan positif terhadap aktivitas belajar siswa dalam
mengikuti pelajaran pendidikan Agama Hundu dan berkontribusi positif pula
terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada pelajaran pendidikan Agama
Hindu.
Hasil positif terhadap
aktivitas belajar siswa dalam pelajaran Pendidikan Agama Hindu dapat dilihat
dari adanya kecenderungan peningkatan aktivitas belajar siswa dalam setiap
siklus. Dari klasifikasi kurang (dengan rata-rata 9,33) pada saat sebelum
tindakan atau penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menjadi
klasifikasi cukup (dengan rata-rata 12,43) pada siklus I dan terus meningkat
menjadi klasifikasi baik dengan rata-rata 14,6 pada siklus II. Hal ini berarti
bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang notabenenya
merupakan kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Hindu yang menekankan
aktivitas siswa secara pelan mampu mengajak siswa untuk lebih aktif dalam
proses pembelajaran. Keterpaksaan untuk aktif dalam setiap kegiatan akan
membawa dampak keterlibatan sebanyak mungkin siswa dalam kelompoknya, apalagi
setiap individu diberikan reward atas aktivitas yang ditunjukkan seperti mampu
memberikan bimbingan pada teman sebayanya melalui kegiatan per tutoring.
Peningkatan
aktivitas belajar siswa dalam hal ini dapat dipahami mengingat bahwa secara
teoritis semakin sering siswa melakukan aktivitas dan menghasilkan hasil yang
positif dan diberikan reward sepantasnya akan menambah kepercayaan diri siswa
untuk terus meningkatkan aktivitas belajarnya. Hal inilah yang terus dibina dan
dipelihara dalam setiap siklus dengan tujuan mempertahankan sesuatu yang telah
baik dan meningkatkan aktivitas siswa yang kurang aktif.
Demikian halnya
dalam hal prestasi belajar siswa. Peningkatan dapat dilihat dari rata-rata
prestasi belajar siswa dalam siklus I sebesar 79,7 dengan ketuntasan belajar
secara klasikal sebesar 90% dan dalam kategori sangat baik menjadi 81,7 dalam
aspek rata-rata, dengan ketuntasan belajar 100% dan dalam kategori sangat baik
dalam siklus II atau mengalami peningkatan sebesar 2,51% pada rata-rata
prestasi belajar dan peningkatan sebesar 11,11% pada aspek ketuntasan belajar.
Demikian juga jika dilihat rata-rata akhir (akhir tindakan) menunjukkan hasil
prestasi belajar dengan rata-rata 80,7, ketuntasan belajar 93,33% dan pada
posisi klasifikasi sangat baik.
Hal ini juga
menunjukkan bahwa pemberian tindakan berupa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran Pendidikan Agama Hindu memberikan
pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar. Kondisi ini tidaklah terlalu
mengherankan karena menurut filosofi pembelajaran konstruktivisme, ketika siswa
diberikan kondisi pembelajaran nyata (relatif nyata) dan diberikan kebebasan
dalam cara menemukan (seakan-akan menemukan sendiri) formula tertentu, maka
siswa akan memiliki keyakinan yang lebih besar untuk mempelajari lebih jauh.
Kondisi ini jika terus berlangsung akan berdampak pada peningkatan proses
belajar dan pada akhirnya akan ditunjukkan dengan prestasi belajar.
Dengan demikian
berdasarkan kriteria atau indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, dapat
dikatakan bahwa pembelajaran pendidikan Agama Hindu dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw relatif berhasil dari segi peningkatan
aktivitas belajar siswa dan prestasi belajar siswa dalam pelajaran pendidikan
Agama Hindu.
Selain hasil di
atas beberapa hal yang perlu diungkap dalam pembahasan ini sebagaimana terjadi
selama proses pemberian tindakan antara lain :
1.
Ketika pembelajaran kelompok
dimulai, tidak semua siswa terlibat secara penuh. Hal ini terjadi karena siswa
sebelumnya terlalu sering mengikuti pembelajaran konvensional (ceramah).
Kondisi ini disikapi dengan melakukan pendekatan personal, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas untuk membujuk mereka yang tidak aktif agar lebih aktif.
2.
Tidak semua siswa mampu memberikan
dan mencari informasi dari berbagai sumber. Umumnya mereka hanya mengandalkan
apa yang ada di depannya. Kondisi ini disikapi dengan memberikan tugas-tugas
sampingan untuk membaca topik-topik yang sesuai dengan pelajaran
pendidikan Agama Hindu di perpustakaan
sekolah.
3.
Tidak banyak siswa yang mampu
melakukan per tutoring. Kondisi ini disikapi dengan memanfaatkan siswa yang
telah berani tampil untuk memberikan bujukan terhadap teman dekatnya di samping
memberikan reward khusus (bonus skor) bagi mereka yang mau memberikan
penjelasan terhadap temannya, tidak perduli apakah penjelasan yang diberikan
tepat atau tidak, yang penting berani bicara.
4.
Tidak semua siswa mau bertanya
kepada teman terlebih kepada guru. Hal ini disikapi dengan mendekati siswa yang
jarang dan atau tidak pernah bertanya untuk mencoba berani mencari informasi
dengan cara bertanya dengan pertanyaan sesederhana apapun karena setiap
pertanyaan akan mengandung informasi.
5.
Tidak semua siswa memiliki
antusiasme yang baik dalam menanggapi pertanyaan guru khususnya dan jarang
sekali siswa menanyakan pertanyaan terbuka kepada temannya. Kondisi ini
disikapi dengan memberikan dorongan kepada semua siswa untuk berani memberikan
jawaban, karena dari awal menjawab akan ditemukan kebenaran di samping
melakukan pendekatan personal khususnya bagi siswa yang sama sekali tidak
pernah berbicara.
6.
Komunikasi antara siswa dengan
guru tidak berjalan efektif karena hanya beberapa orang siswa saja yang mampu
memelihara komunikasi efektif dengan guru. Kondisi ini juga didekati dengan
pendekatan personal dalam setiap diskusi kelompok sehingga mereka menganggap
guru sebagai sahabat dalam belajar.
Temuan tentang respon siswa diperoleh bahwa siswa
memberikan respon positif terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dalam pendidikan Agama Hindu. Hal ini dapat dilihat dari angket yang
telah dibagikan kepada siswa dimana siswa mengungkapkan bahwa dengan
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran
agama Hindu, siswa termotivasi belajar agama
di kelas dengan mengaitkan materi yang mereka pelajari dengan keadan
riil dalam kehidupan sosialnya di masyarakat. Dengan diterapkannya model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, konsep dan prinsip pembelajaran Agama
Hindu yang dipelajari dirasakan lebih bermakna dalam memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan dari hasil-hasil yang diperoleh, penelitian
ini dikatakan berhasil dalam menumbuhkan
respon positif terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dalam pembelajaran pendidikan Agama Hindu.
IV.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan
dalam uraian di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1.
Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar pendidikan Agama
Hindu siswa kelas XI MM 3 SMK TI Bali Global Badung semester 1 Tahun Pelajaran 2022-2023
2.
Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil
belajar pendidikan Agama Hindu siswa kelas kelas XI MM 3 SMK TI Bali Global
Badung semester 1 Tahun Pelajaran 2022-2023
DAFTAR PUSTAKA
Bloom B.S,
etc. 1971. Handbook on Formative and
Sumative Evaluation of Student Learning.
Dahar, Ratna
Wilis. 1989. Teori-Teori Belajar. Erlangga.
Degeng S. I
Nyoman. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi
Variabel.
Dantes, I
Nyoman. 1983. Penilaian Layanan Bimbingan
Konseling. Singaraja : FKIP Unud
Kemmis, W.C
& Taggart, R.M. 1988. The Action Research Planner.
Meier, Dave.
2004. The Accelerated Learning.
Kaifa. Bandung
M. Nur, dkk.
1999. Teori Belajar. Universitas
Negeri Surabaya. Surabaya
Nasution,
Farid. 2001. Hubungan Metode Mengajar
Dosen, Keterampilan Belajar, Sarana Belajar dan Lingkungan Belajar dengan
Prestasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 8. Nomor 8
Purwanto,
Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung.
Remaja Rosdakarya
Sofyatiningrum,
Etty. 2001. Pengaruh Umpan Balik Guru
Terhadap Siswa dalam Meningkatkan Prestasi Belajar di SLTP Muhammaddiyah 22
Pamulang (Studi Kasus). Jurnal Ilmu Pendidikan No. 030. Tahun ke-7
Sudjana. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung
: Sinar Baru
………. 1995. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Rosdakarya
Suryabrata, S.
1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta :
RajaGrafindi Persada.
Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Depdikbud.
Woodworth,
R.S & Marquis, D.G. 1962. psychologi.
Zuhairini. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya : Usaha Nasional.
0 Komentar